Rabu, 08 Agustus 2012

Mari Bertandang Ke Bumi Sriwijaya


Untuk keindahan kenangan cinta, Palembang menjanjikan bentang budaya dan aura cinta yang kian merebak kemana-mana. Pembenahan disana sini yang telah dilakukan belakangan ini juga memosisikan kota tua ini sebagai kota tujuan wisata (pelancongan) yang cukup lengkap: sejarah, budaya dan kulinernya.






 















Jembatan Ampera di malam hari


 












Jembatan Ampera di tengah hari







Taman dibawah jembatan Ampera


Jembatan Ampera
Terkenal sebagai icon kota Palembang. Jembatan Ampera yang melintasi Sungai Musi dibangun tahun 1962-1965, menghubungkan Palembang bagian Ilir dah Ulu. Panjang Jembatan monumental tersebut mencapai sekita 1.117 meter dan lebar 22 meter. Sejak tahun 1970an bagian tengah jembatan ini tidak bisa diangkat lagi karena pertimbanagn menyebabkan kemacetan panjang. Abadikan pertualangan dengan pemandangan dramatis jembatan Ampera kala malam, lengkap dengan kerlap kerlip lampu hias yang mebuatnya makin mempesona.























  











Sungai Musi

Sungai Musi, sungai terpanjang dan terbesar di Provinsi Sumatera Selatan, dengan panjang 406 Km. Jarak Kota Palembang sampai muara sungai diselat Bangka kurang lebih 106  Km. dapat disaksikan deretan rumah rakit (rumah terapung) khas palembang.



Taman Purbakala Bukit Seguntang
Kemasyhuran Bukit Seguntang tidak hanya berkutat di Palembang, tetapi menyebar hingga ke seluruh Sumatera, Malaysia, dan Singapura. Kawasan perbukitan di Kelurahan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang, Sumatera Selatan, itu menjadi cikal bakal pertumbuhan Kerajaan Melayu. Hingga kini bukit tersebut masih kerap dikunjungi wisatawan asing.

Mengikut teks Sejarah Melayu, Bukit Seguntang adalah tempat Wan Empuk dan Wan Malini berhuma hingga padinya berbuahkan emas, berdaunkan tembaga dan berbatangkan suasa apabila tiga anak Raja Suran, Sang Nila Pahlawan, Krisyna Pendita dan Sang Nila Utama, turun di bukit itu.

Bukit Seguntang memang cikal bakal Kerajaan Malaka. Bukit Seguntang pernah menjadi pusat Kerajaan Palembang yang dipimpin Parameswara, adipati di bawah Kerajaan Majapahit.

Sekitar tahun 1511, Parameswara memisahkan diri dari Majapahit dan merantau ke Malaka. Di sana dia sempat bentrok dengan pasukan Portugis yang hendak menjajah Nusantara. Adipati itu menikah dengan putri penguasa Malaka, menjadi raja, dan menurunkan raja-raja Melayu yang berkuasa di Malaysia, Singapura, dan Sumatera.

Sekitar tahun 1554 muncul Kerajaan Palembang yang dirintis Ki Gede Ing Suro, seorang pelarian Kerajaan Pajang, Jawa Tengah. Kerajaan ini juga mengeramatkan Bukit Seguntang dengan mengubur jenazah Panglima Bagus Sekuning dan Panglima Bagus Karang.

Kedua tokoh itu berjasa memimpin pasukan kerajaan saat menundukkan pasukan Kasultanan Banten yang menyerang Palembang. Sultan Banten, Sultan Hasanuddin, tewas dalam pertempuran sengit itu. Tetapi, ada juga versi sejarah yang menyebutkan, makam Bagus Sekuning yang sebenarnya justru ada di kawasan Bagus Kuning, di Plaju, Palembang.

Jauh sebelum itu, Bukit Seguntang menjadi pusat keagamaan pada masa Kerajaan Sriwijaya yang berkembang sampai abad ke-14. Sejumlah peninggalan dari kerajaan yang didirikan Dapunta Hyang Srijayanasa itu ditemukan di sini. Ada kemudi kapal Sriwijaya yang ditemukan di kaki bukit, ada arca Buhda Amarawati, dan prasasti Bukit Seguntang yang menjadi bukti penting keberadaan Sriwijaya.

Bukit Seguntang memang merupakan kawasan yang dikeramatkan sejak zaman Kerajaan Sriwijaya, pemerintahan perwakilan Majapahit, dan Kerajaan Palembang. Sampai sekarang pun bukit itu masih dikeramatkan dengan diziarahi banyak pengunjung, mengingat di tempat inilah dimakamkan beberapa tokoh penting dari zaman kerajaan.

Tokoh-tokoh tersebut di antaranya, Putri Kembang Dadar, Putri Rambut Selako, Panglima bagus Kuning, Panglima Raja batu Api, bahkan disebut-sebut di sinilah Alexander The Great dimakamkan.

Pengunjung dapat mengurai sejarah Sumatera, Melayu, dan Palembang dengan menelusuri sejarah Bukit Seguntang. Namun, teks penjelasan yang minim membuat sejarahnya menjadi kabur. Saat ini bukit itu lebih banyak diziarahi orang untuk berdoa, tanpa tahu sejarah yang tertoreh di bukit ini.







 





















Masjid Agung
Inilah banguan yang wajib anda tengok dan kagumi. Dibangun dalam kurun waktu yang sama dengan keraton Kuto Lama kesultanan Palembang Darussalam oleh Sultan Mahmud Badaruddin I, yaitu tahun 1738 dan selesai tahun 1758, arsitek masjid agung mengambarkan akultulrisasi budaya Palembang pada saat itu. Pas didepan Masjid Agung ada putaran bundaran air mancur yang Indah


 








 




Benteng Kuto Besak
Kuto Besak adalah bagunan Keraton yang pada abad XVIII menjadi pusat Kesultanan Palembang. terletak ditepi Sungai Musi, benteng ini dibangun prakarsa Sultan Mahmud Badaruddin , cucu dari Sultan Mahmud Badaruddin I pendiri kesultanan Palembang.




Museum Sultan Mahmud Badaruddin II
Terletak didepan Sungai Musi bersebelahan dengan benteng Kuto Besak.





Tugu Parameswara
Tugu yang berbentuk pelepa daun pisang ini terletak di kawasan Jaka baring, didepan Glora Sriwijaya Palembang Ulu. Nama Parameswara diambil dari nama raja Melayu pertama yang turun dari Bukit Seguntang. Kemudian Parameswa meninggalkan Palembang bersama Sang Nila Utama pergi ke Tumasik dan diberinyalah nama Singapura kepada Tumasik. Sewaktu pasukan Majapahit dari Jawa akan menyerang Singapura, Parameswara bersama pengikutnya pindah ke Malaka disemenanjung Malaysia dan mendirikan Kerajaan Malaka. Beberapa keturunannya juga membuka negeri baru di daerah Pattani dan Narathiwat (sekarang wilayah Thailand bagian selatan). Setelah terjadinya kontak dengan para pedagang dan orang-orang Gujarat dan Persia di Malaka, maka Parameswara masuk agama Islam dan mengganti namanya menjadi Sultan Iskandar Syah.





 









Rumah Tradisional Limas
Rumah Limas merupakan prototipe rumah tradisional Palembang. Selain ditandai dengan atapnya yang berbentuk limas, rumah tradisional ini memiliki lantai bertingkat tingkat yang disebut Bengkilas dan hanya dipergunakan untuk kepentingan keluarga seperti hajatan. Para tamu biasanya diterima diteras atau lantai kedua.
Kebanyakan rumah limas luasnya mencapai 400 sampai 1000 meter persegi atau lebih, yang didirikan diatas tiang-tiang dari kayu unglen atau ulin yang kuat dan tanah air.
Dinding, pintu dan lantai umumnya terbuat dari kayu tembesu. Sedang untuk rangka digunakan kayu seru.
Setiap rumah terutama dinding dan pintu diberi ukiran. Saat ini rumah limas sudah mulai jarang dibangun karena biaya pembuatannya lebih besar dibandingkan membangun rumah biasa. Rumah limas yang sering dikunjungi oleh wisatawan adalah milik keluarga Bayuki Wahab di Jl. Mayor Ruslan dan Hasyim Ning di Jl. Pulo, 24 Ilir, Palembang. Namun hampir ditiap pelosok kota terdapat rumah limas yang umumnya sudah tua, termasuk sebuah rumah limas di museum Balaputra Dewa.

Kampung Asli

Untuk mendapatkan gambaran bagaimana kehidupan masyarakat Palembang sesungguhnya, sempatkan berjalan jalan ke perkampungan warga asli Palembang ditepi sungai musi. Tengoklah bagunan-bangunan panggung kayu asli, lengkap dengan ornamen, bentuk tangga, dan jendela yang khas.  Kampung Arab lorong Al-Munawar, Kelurahan 13 Ulu juga memiliki arsistektur yang khas. Sesuai dengan namanya, tempat ini merupakan tempat komunitas arab di Palembang yang telah berusia lebih dari 300 tahun. Mereka adalah keturunan langsung pedagang-pedagang Arab yang menikah dengan penduduk asli Palembang. Konon leluhur yang pertama mendirikan kampung ini adalah keturunan ke 32 langsung dari Nabi Muhammad SAW. Dikampung ini juga tersimpan Al-Quran berusia 300 tahun lebih yang ditulis dengan tinta emas.














Kunjungi juga Kampung Kapitan di kawasan Kelurahan 7 Ulu. Kampung kapitan merupakan kelompok 15 bangunan rumah panggung ala Cina yang terletak di kelurahan 7 Ulu,  Kecamatan Seberang Ulu 1 Palembang. Awalnya kampung ini merupakan tempat tinggal seorang Perwira keturunan Cina berpangkat Kapitan yang bekerja untuk Pemerintah Belanda. Pastikan anda mengunjungi tempat ini.




  


Kawah Tekurep
Kompleks Pemakaman ini sekarang masuk dalam kawasan Kelurahan 3 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Palembang. Berdasarkan catatan lama, pemakaman ini dibangun tahun 1728 M atas perintah Sultan Mahmud Badaruddin (wafat tahun 1756 M), setelah pembangunan Kompleks Makam atau Gubah Talang Kerangga (30 Ilir). Nama kawah tekurep diambil dari bentuk cungkup (kubah) yang menyerupai kawah ditengkurapkan (Palembang: tekurep). Jika diukur dari tepian Sungai Musi, kompleks makam ini berjarak sekitar 100 meter dari sungai. Sekelilingnya dipagari dengan batu bata, yang sebagian telah rusak. Di sisi yang menghadap Sungai Musi (arah selatan), terdapat gapura yang merupakan gerbang utama untuk memasuki kompleks makam. Di dalamnya, terdapat empat cungkup. Yaitu, tiga cungkup yang diperuntukkan bagi makam para sultan dan satu cungkup untuk putra-putri Sultan Mahmud Badaruddin, para pejabat dan hulubalang kesultanan. Berikut nama-nama tokoh yang dimakamkan: Cungkup I:
1. Sultan Mahmud Badaruddin I (wafat tahun 1756 M)
2. Raden Nyai Mas Cimblung atau Ratu Sepuh, istri pertama yang berasal dari Jawa Tengah
3. Fatimah Tuzairo atau Ratu Gading, istri kedua yang berasal dari Kelantan (Malaysia)
4. Mas Ayu Ratu (Liem Ban Nio), istri ketiga yang berasal dari Cina
5. Nyimas Naimah, istri keempat yang berasal dari 1 Ilir (kini Guguk Jero Pager Kota Plembang Lamo)
6. Imam Sayyid Idrus Al Idrus dari Yaman Selatan
Cungkup II:
1. Pangeran Ratu Kamuk (wafat tahun 1755 M)
2. Ratu Mudo (istri P. Kamuk)
3. Sayyid Yusuf Al Angkawi (Imam Sultan)
Cungkup III:
1. Sultan Ahmad Najamuddin (wafat tahun 1776 M)
2. Masayu Dalem (istri Najamuddin)
3. Sayyid Abdur Rahman Maulana Tugaah (Imam Sultan dari Yaman)
Cungkup IV:
1. Sultan Muhammadi Bahauddin (wafat tahun 1803 Masehi)
2. Ratu Agung (istri Bahauddin)
3. Datuk Murni Hadad (Imam Sultan dari Arab Saudi)
4. Beberapa makam lain yang tidak terbaca namanya)

Di luar keempat cungkup itu, masih terdapat beberapa makam. Antara lain, Susuhunan Husin Diauddin, yang wafat dalam pembuangan oleh Belanda di Jakarta, 4 Juli 1826. Semula, Husin Diauddin dimakamkan di Krukut tetapi kemudian dipindahkan ke Palembang.

Tempat Wisata Lainnya di Sumatera Selatan




















Danau Ranau
Terletak diwilayah kecamatan Banding Agung dengan jarak 125 km dari Baturaja ibukota kabupaten OKU. Danau Ranau luas 8x16 km dengan latar belakang gunung Seminung, sekitar danau di kelilingi oleh bukit dan lembah sehingga hembusan angin di kawasan ini tidak terlalu kencang.
Pada malam hari udara sejuk dan pada siang hari cerah suhu berkisar antara 20 derajat-26 derajat Celsius. Diatas perbukitan dan lembah sekitar danau terdapat perkebunan kopi, tembakau, cengkeh, kayu manis dan palawija.
Pada sisi lain dikaki gunung Seminung terdapat sumber air panas alam yang keluar dari dasar danau. Tempat lain yang menarik untuk dikunjungi adalah Pulau Marisa yang terletak tidak jauh dari air panas.
Untuk mengadakan tour di danau dapat menggunakan perahu motor yang tersedia di dermaga wisata komplek Ranau Cottage. Kapasitas penumpang 15 orang per perahu dengan biaya Rp. 25.000,- untuk satu kali perjalanan pesiar di danau (sightseeing). Obyek lain yang dapat dikunjungi adalah air terjun Subik Tuha berlokasi 500 meter dari cottage Ranau. Danau Ranau dapat di kunjungi dari Baturaja, Palembang atau Bandar Lampung




Wisata Gunung Dempo




Gunung DempoGunung Dempo berketinggian 3159 m dari permukaan laut terletak di perbatasan propinsi Sumatera Selatan dan propinsi Bengkulu. Untuk mencapai desa terdekat, terlebih dahulu anda harus mencapai kota Pagar Alam, dengan jarak ± 290 km atau kurang lebih 6 jam perjalanan darat dari Palembang. Dari ibukota Sumsel ini tersedia banyak bus ke arah Pagar Alam, antara lain travel/Bus Telaga Biru, travel/Bus Melati, Travel Sinar Dempo dan travel/bus Dharma Karya. Atau apabila anda dari Jakarta, menggunakan bus Garuda Dempo, bus Sinar Dempo, Bus Patmos, atau menumpang bus jurusan Bengkulu atau Padang, dan turun di kabupaten Lahat.

Kota Pagar Alam, memang sesuai dengan namanya, kota ini jelas dikelilingi barisan pegunungan Bukit Barisan dan yang tertinggi dari barisan tersebut adalah Gunung Dempo. Gunung ini sangat indah menjulang tegak menggapai langit nan biru apabila dilihat pada pagi hari. Oleh karena itu sangat tepat bila bermalam dulu di kota ini, disini banyak tersedia losmen, villa atau motel. Budaya kota yang sudah berbaur dari berbagai suku baik pendatang maupun asli menciptakan kedamaian yang anda tidak peroleh di kota-kota besar. Dari terminal Pagar Alam, terlebih dulu mencarter mobil/taksi untuk jurusan Pabrik Teh PTPN III yang jaraknya mencapai 15 KM dari terminal. Di Pabrik ini ada baiknya anda berkenalan dengan seseorang yang biasa dipanggil pak Anton, beliau termasuk yang dituakan oleh para pencinta alam seantero Sumsel-Lampung. Dengan meminta bantuannya, mobil carteran akan membawa anda ke desa terdekat dari kaki gunung Dempo, yang dapat memakan waktu lebih dari 20 menit, karena jalannya cukup terjal, berkelok dengan melewati hamparan kebun teh nan hijau.


 

 




 






Rumah Panggung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar